Sabtu, 17 Januari 2009

Tahun 2009

Tahun 2009, kalau menyitir kata-kata Presiden adalah tahun politik, tahun yang akan dipenuhi dengan aktifitas politik berupa pemilu legeslatif dan pemilu presiden. Sebagai anak bangsa yang mencintai negerinya, maka seluruh masyarakat Indonesia mestinya akan menggunakan hak-hak politiknya. Tapi kami bukan ingin membahas permasalahan politik di sini. Tahun 2009 bagi kami mempunyai makna lain, tahun ini adalah tahun pendidikan bagi keluarga kami, disamping anak-anak yang harus banyak belajar di sekolah, membekali diri untuk masa depan mereka yang sudah mulai memasuki masa remaja, kami juga mendapat tugas belajar yang mengharuskan tidak berada di rumah.

Memasuki pertengahan bulan Januari 2009 ini, Jakarta kembali diguyur hujan lebat yang menyebabkan banjir dimana-mana, kalau mengikuti kepercayaan China maka tahun ini adalah tahun yang penuh rejeki terlepas dari bayang-bayang resesi global yang juga akan berimbas di negara kita, tempat kerja dan mengikuti di rumah kita. Maka korelasi yang signifikan bagi kami pada tahun ini adalah " pendidikan - resesi global ". Apakah ada hubungan antara pendidikan dengan resesi, jawabnya tentu saja ada dan sangat signifikan angkanya.

Teringat pada masa-masa tahun 70-an dan 80-an. Pada masa itu, di kuta Perbesi dan Taneh Karo umunya adalah suatu kebanggaan apabila ada anggota keluarga yang sekolah atau kuliah di Medan apalagi di Jawa. Bila tiba saat kerja tahun, anak-anak yang bersekolah dan kuliah di kota pulang ke kampung yang disebut Mulkut ( Mulih ku Kuta), dengan berbagai macam penampilan dan gaya, mereka memberi warna di kampung. Ada anak perana yang bergaya rambut panjang, sepatu kets dan beraroma bunga melati bagi perbinaga lembu ku Sukarame, ada yang rapi jali dengan baju lengan panjang, celana bahan sepatu melinang bagi takal kayat persis tukang kredit, ada lagi memakai T-shirt dengan lengan dipotong, celana jeans hanya ber sandal jepit bagi permakan lembu. Singuda-nguda tidak mau ketinggalan, ciri utama yang seragam adalah rambut hitam terawat polesan salon, berbeda jauh dengan saat mereka masih di kampung rambut merah pecah parpari matawari karena nuak jong atau mupuki rimo, baju beraneka warna dan bentuk mengikuti trend mode, maka kadang tidak lagi dikenal oleh bulang,-nini tudung, mama-mami, bengkila-bibi. Mereka membawa semangat, membawa kegembiraan membawa kebanggaan. Apakah saat itu perekonomian begitu baik ??. Tidak juga, hampir sama dengan sekarang bahkan kalau boleh jujur kehidupan sekarang lebih baik.

Semangat untuk berubah, itulah yang memotivasi kita masa itu jalannya adalah pendidikan. Ada idiom " Dimana ada kemauan ada beribu jalan, namun bila tidak ada kemauan ada beribu alasan ". Maka janganlah jadikan materi penghambat pendiikan . Tahun 2009 ini mari kita jadikan tahun perubahan. Berubah ke arah yang lebih baik, tinggalkan sifat akal-akalan, tipu-tipuan dan malas-malasan jadilah orang karo yang jujur, berpengetahun, bermartabat dan beriman. Bekali diri dengan ilmu pengetahuan. Tuhan yang menemani kita dalam tahun ini....

Jakarta, Jan 2009.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar