Rabu, 01 April 2009

Lau Gerbong


Tahun 1979
Kabut masih menyelimuti desa Perbesi, dari Kesain Rumah Jahe yang berada di Timur desa bersama teman-teman lain kami berjalan beriringan, membawa buku-buku lusuh yang sudah tidak bersampul atapun kalau masih ada sampulnya sudah robek-robek karena tidak pernah mengenal tas sekolah, kaki dengan tegar menapak bumi Talah Sirulo, tanpa alas kaki. Di depan kedai-kedai kopi Rumah Tengah (Kede Ndoh) mengebul asap dari bakaran sabut kelapa dimana beberapa orang tua berdiang (cudu) sambil membungkus tubuhnya dengan sarung (kampoh), Inilah perjalanan kami setiap hari ke sekolah di Sembelang, sekitar 2 Km dari desa Perbesi.

Perjalanan ke sekolah ini melewati Lau Gerbong dengan jembatan membentang diatasnya, megah angkuh dan menantang. Sambil berlari melewati jembatan ini, kami selalu berlomba menuju bawah jembatan untuk mandi dan bermain di sungai sebelum sampai di sekolah. Dengan bertelanjang badan berlari keatas jembatan dan melompat ke sungai, memberi sensasi perut seperti di tekan, mirip apabila kita naik pesawat dan tiba-tiba berubah ketinggian. Sering kemudian terlambat sampai di sekolah, pak guru di depan kelas dengan penggaris papan tulis ditangannya menunggu, namun saya tidak pernah merasakan sabetannya. Pulang sekolah hal yang sama terulang, mandi sepuasnya di Lau Gerbong sampai perut terasa lapar, baru pulang ke desa.

Tahun 2009.
Itu dulu, sekarang lau Gerbong sudah sedikit berubah, sungainya sudah lebih kecil, jembatan kenangan itu sudah diganti walaupun masih ada, namun tidak seangkuh dulu lagi, sudah jarang anak SD yang mandi sambil bermain diatasnya. Maka kejingkang ken nahengku nadingken lau Gerbong, mulih ku Kota Jakarta, tading kam Lau Gerbong Simalem, si enggo narohken aku ngepari lau simbelang.

Geostrategi Taneh Karo


Geostrategi dan Geopolitik Taneh Karo
( Man Kam Perbapan)


Para pemikir strategi selalu berfikir dengan landasan geofrafie, katakanlah Karl Haushofer dari Jerman yang memberikan konsep ruang dalam hasil karyanya, bahwa sebuah bangsa akan menjadi besar apabila mengenal ruang hidupnya. Pemikirannya inilah yang mengilhami pemimpin Jerman seperti Hitler dalam membangun bangsanya, namun kemudian kelewatan ingin menguasai benua Eropa, namun pelajaran yang dapat diambil bahwa sebuah bangsa akan menjadi besar apabila bangsa tersebut mengenal ruang hidupnya.

Untuk bangsa Indonesia, saat ini mulai timbul pemikiran-pemikiran jernih, bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa kepulauan/lautan dan akan menjadi besar apabila strategi pembangunan bangsanya berorientasi kepada maritim, lambat namun belum terlambat.

Dalam skala kecil bagaimana dengan Taneh Karo Simalem, apa dasar pengembangannya, sehingga akan eksis sepanjang usia jaman. Jawabnya adalah perpaduan bentuk ruang hidupnya atau geografie dengan sifat penduduknya. Perpaduan ini akan membentuk Taneh Karo yang hidup, dinamis, eksis dan selamat dalam perkembangan jaman, inilah yang disebut Geopolitik dalam hal ini Geopolitik Taneh Karo Simalem.
Taneh Karo suatu wilayah bumi dengan kontur dataran tinggi dan pegunungan, memiliki puncak gunung Sinabung, Sibayak, Barus, Sipiso-piso dan dilalui Lau Biang membentang memberi masyarakat Karo tanah yang subur, alam yang sejuk dan indah membentuk Value Karo.

Sebagai sebuah entitas, masyarakat Karo tentunya mempunyai suatu nilai budaya yang menjadi penuntun sehingga dapat bersaing dengan entitas lain, biasanya nilai ini dirumuskan dari sejarah, atau pada kondisi tertentu dari rekayasa pemimpin yang mengenal rakyat dan wilayahnya, inilah fungsi utama seorang pemimpin, dia dapat merumuskan visi dan tujuan bersama secara tepat, pemimpin seperti inilah yang akan menjadi pemimpin yang kuat dalam masyarakat dan dapat membawa Taneh Karo ke arah kejayaan.

Kami tidak mengidentifikasi langkah nyata dalam perumusan Geopolitik dan Geostrategi Taneh Karo, adalah tugas pemimpin untuk merumuskannya. Ini hanya satu pesan, bahwa dalam membangun Taneh Karo semestinya bercirikan value (nilai) Taneh Karo, maka cari, temukan dan kembangkan lah dia.

Sentabi ras Mejuah-juah
Cipulir, 2009