Selasa, 20 Juli 2010

Belajar dari Tetangga


Selama berdinas di Padang, salah satu hal yang sangat mengasikkan bagi kami adalah jalan-jalan sampai pelosok desa, menikmati keindahan alam, budaya, seni dan masakan Minang. Kalau dalam bidang pertanian khususnya sayuran dan buah urang awak ko, sepertinya masih harus belajar dari kalak karo. Dalam bidang seni dan budaya, mereka lebih maju sedikit. Mereka sudah dapat mengemas tari tradisionilnya sehingga laku di jual, indah dan menarik, tari piring misalnya. Songketnya, matem kalak, seh jeline nake. Bagus, songket silungkang misalnya dijual dengan variasi harga antara ratusan sampai jutaan rupiah tergantung mutu.
Apa yang dapat kita pelajari dari mereka. Salah satu hal yang kami lihat, mereka sudah tidak mengenal desa atau kota dalam cari duit, di desapun mereka bisa jadi kaya. Songket Silungkang misalnya, dibuat di desa-desa. Mereka membuat sandal, sepatu, keranjang hias, baju sampai masakan kelas internasional di desa-desa.
Padang ya.. Padang.. Taneh Karo lain lagi, mungkin itu yang kita katakan. Tetapi sudah saatnya Taneh Karo mengembangkan sentra-sentra kerajinan dan home industri, bukan hanya dari hasil pertanian. Kami mengambil contoh di Kec. Tiga Binanga, khususnya Kuta Perbesi, dari sejak jaman nini Raja Lambing sampai sekarang, mata pencaharian hanya dari bertani-erjuma, lain tidak tahu -erban keranjang tah sumpit pe lalit sibeloh-. Penduduk semakin banyak, lahan akan semakin sempit, maka mulailah mengolah tanah dan mencari sumber penghidupan yang lebih kreatif. Tuhan enggo ngadi nepa taheh nake.

Padang, Juli 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar