Makanan juga menggambarkan budaya sebuah entitas, katakanlah masyarakat Cina dengan bergitu banyak jenis makanan, memang memiliki budaya yang beragam juga, bahkan cara seseorang makan, menggunakan alat makannyapun dapat menggambarkan watak dan ketinggian budaya dan etika bergaul seseorang. Kita masyarakat Karo tidak begitu banyak mengenal jenis makanan, juga tidak mengenal adanya tata cara makan yang bernilai seni misalnya. Dalam tata cara makan orang karo yang tersirat adalah keramahan, kebersamaan dan semua harus dapat makan. Dalam perayaan pesta masyarakat Karo, kadang ukuran kesuksesan adalah makanan yang cukup. Karena bagi orang Karo memberi makan orang lain adalah kehormatan.
Sekarang kita kembali kepada makanan khas masyarakat Karo, apakah kita memiliki makanan khas yang layak dijual ?. Masyarakat Karo memiliki makanan khas yang nasional dan mestinya bisa dijual dan memiliki nilai jual yang dapat bersaing dengan makanan khas suku lain, seperti masakan Padang, masakan Melayu, Dll. Disini dapat kita sebutkan katakanlah: Nurong Kerah Gule, Cih Gule, Tasak Telu, Kidu Gule, Bulong Gadong Gule ikan teri, Manok Gule, Cincang Bohan, Bohan Paku, dan lain-lain.
Apakah masakan tersebut memiliki rasa dan nilai yang dapat dijual, kami berpendapat ia, semua makanan sebenarnya memiliki nilai jual, hanya tergantung kepada cara pengolahan dan penyajiannya, kalau makanan tersebut sudah memiliki masyarakat penikmat sendiri akan lebih mudah untuk me-orientasi penikmat atau pasar barunya.
Tentu saja makanan tersebut harus disajikan dengan cita rasa yang terhormat, sebagaimana layaknya sebuah makanan, harus bersih baik tempat maupun penyajiannya, halal, disajikan dengan menarik dan rasa disesuaikan selera.
Penulis pernah dijamu makanan Thailand, yang pada awal makan atau makanan pembuka (biasanya untuk membangkitkan selera) disajikan sirih muda - Belo Cawir- kemudian dilanjutkan dengan makanan yang mirip-mirip makanan Karo, sedikit pedas dan banyak bumbu. Kita merindukan, di Taneh Karo , di tepi lau biang simalem, ditemani temaram lampu-lampu yang berwarna, dipelataran hotel berbintang, orang asing dan pendatang dari luar Karo menikmati makanan khas Karo, Bohan Paku ras gule Nurong Lau Biang.
Sentabi ras mejuah-juah
Sekarang kita kembali kepada makanan khas masyarakat Karo, apakah kita memiliki makanan khas yang layak dijual ?. Masyarakat Karo memiliki makanan khas yang nasional dan mestinya bisa dijual dan memiliki nilai jual yang dapat bersaing dengan makanan khas suku lain, seperti masakan Padang, masakan Melayu, Dll. Disini dapat kita sebutkan katakanlah: Nurong Kerah Gule, Cih Gule, Tasak Telu, Kidu Gule, Bulong Gadong Gule ikan teri, Manok Gule, Cincang Bohan, Bohan Paku, dan lain-lain.
Apakah masakan tersebut memiliki rasa dan nilai yang dapat dijual, kami berpendapat ia, semua makanan sebenarnya memiliki nilai jual, hanya tergantung kepada cara pengolahan dan penyajiannya, kalau makanan tersebut sudah memiliki masyarakat penikmat sendiri akan lebih mudah untuk me-orientasi penikmat atau pasar barunya.
Tentu saja makanan tersebut harus disajikan dengan cita rasa yang terhormat, sebagaimana layaknya sebuah makanan, harus bersih baik tempat maupun penyajiannya, halal, disajikan dengan menarik dan rasa disesuaikan selera.
Penulis pernah dijamu makanan Thailand, yang pada awal makan atau makanan pembuka (biasanya untuk membangkitkan selera) disajikan sirih muda - Belo Cawir- kemudian dilanjutkan dengan makanan yang mirip-mirip makanan Karo, sedikit pedas dan banyak bumbu. Kita merindukan, di Taneh Karo , di tepi lau biang simalem, ditemani temaram lampu-lampu yang berwarna, dipelataran hotel berbintang, orang asing dan pendatang dari luar Karo menikmati makanan khas Karo, Bohan Paku ras gule Nurong Lau Biang.
Sentabi ras mejuah-juah